Rabu, 11 Mei 2011

“KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR MATA PELAJARAN IPA BERBASIS TIK”
Pendahuluan
Ketrampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau ingin menjadi seorang guru yang profesional, karena disamping ia harus menguasai substansi bidang studi yang diampuhnya, ketrampilan dasar mengajar juga adalah merupakan ketrampilan penunjang untuk keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Saat ini sedang dikembangkan paradigma baru kurikulum pendidikan dasar dan menengah dimana kini guru diharapkan hanya sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar, dengan pembelajaran yang lebih realistik dan aplikatif khususnya bidang pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Oleh karena itu perlu dikermbangkan materi Keterampilan Dasar Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang berbasis Tehnologi Informasi dan Komunikasi yang aplikatif dan realistik, untuk lebih memudahkan tercapainya keberhasilan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan paradigma baru tersebut.
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR MATA PELAJARAN IPA
Keterampilan Dasar Mengajar I, yakni: Ketrampilan bertanya yang mensyaratkan guru harus menguasai tehnik mengajukan pertanyaan yang cerdas, baik ketrampilan bertanya dasar maupun ketrampilan bertanya lanjut, Keterampilan Dasar Mengajar II, Ketrampilan memberi penguatan seorang guru perlu menguasai ketrampilan memberikan penguatan karena penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk meningkatkan perhatian, Keterampilan Dasar Mengajar III Ketrampilan mengadakan variasi, baik variasi dalam gaya mengajar, penggunaan media dan bahan pelajaran, serta pola interaksi, (Turney 1973),
Pendekatan Ketrampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan ketrampilan-ketrampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa ( DEPDIKBUD, dalam Moedjiono, 1992/1993)
Ketrampilan proses adalah ketrampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru. (Nasution, 2007)
Pendekatan ketrampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan peserta didik pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik, Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999). Yang perlu dimiliki dan diketahui oleh guru dari semua bidang studi. Jika dipertimbangkan bahwa bidang-bidang studi yang ber-macam-macam mempunyai ciri-ciri pengajaran yang khas, keterampilan mengajar untuk bidang-bidang studi khusus perlu dikembangkan. Perkembangan dunia pendidikan menggunakan program Komputer saat ini menyebabkan kekhasan ciri pengajaran dari masing-masing studi makin tampak, dan perbedaannya dengan pengajaran bidang studi lain makin nyata.
A. Hakekat Pengajaran Sains dengan menggunakan TIK
Hakekat belajar dan pembelajaran dengan mengunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin luas membawa banyak perubahan dalam dunia pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Pemahaman terhadap Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan mengunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah berkembang dari pemahaman bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk (a body of knowledge) menjadi: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai cara berpikir dan bertindak (Science as a way of thinking and acting), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai keterampilan proses (Science is process science skills), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses penyelidikan ilmiah (Science as a way of investigating).
Perubahan pemahaman terhadap hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tersebut, secara konseptual, pandangan orang terhadap pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) semakin mengarah pada makna yang hakiki. Makna hakiki dari belajar dan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lebih diartikan sebagai pembentukan kompetensi anak didik melalui peningkatan motivasi dan aktivitas diri siswa (competence based learning) daripada pembekalan pengetahuan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa (knowledge-based learning). Sebagai contoh, digunakannya pendekatan keterampilan proses Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam kurikulum 1984 dan 1994 di SD, SLTP dan SMU di Indonesia, menandakan bahwa pendidikan di sekolah-sekolah tersebut menekankan terbentuknya keterampilan proses Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada diri siswa daripada pemberian bekal pengetahuan keilmuan melalui konsep-konsep yang diajarkan oleh guru.
Lebih dari itu, jika pada akhir-akhir ini para ahli pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengembangkan pendekatan-pendekatan baru (misalnya pendekatan konstruktivisme) dimana mereka menganjurkan agar para siswa lebih banyak diberi kesempatan belajar dalam lingkungan yang memberdayakannya untuk membangun sendiri konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) selaras dengan taraf perkembangan dan kebutuhannya, sesuai dengan latar belakang kondisi masyarakat dan lingkungan hidupnya, maka sebaiknya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah menggunakan metode-metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk membangun pemahamannya tentang alam semesta dan lingkungan sekitar.
Metode-metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang bersifat konstruktivisme antara lain metode demonstrasi, metode eksperimen. Namun, metode-metode tersebut menjadi lebih efektif kalau disertai dengan metode-metode yang lain, misalnya: metode diskusi, metode simulasi. Dan perkembangan tersebut perlu juga diikuti dengan peningkatan keterampilan mengajar guru dalam menerapkan metode-metode pembelajaran tersebut di atas.
Keterampilan dasar mengajar untuk pembelajaran dengan metode-metode khusus bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) akan meningkatkan intensitas pembelajaran. mungkin bukan hanya kompetensi dibidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), melainkan juga kompetensi di berbagai aspek kehidupan manusia.
B. Keterampilan Mengajar Demonstrasi
1. Prinsip-prinsip Mengajar dengan Demonstrasi yang menggunakan TIK
Demonstrasi merupakan suatu metode mengajar yang sering digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Demonstrasi dengan menggunakan Komputer untuk memperagakan:
1. cara menggunakan alat, misalnya: cara menggunakan mikroskop.
2. prinsip dan prosedur kerja suatu alat, misalnya: prinsip kerja Respirometer
3. prosedur pelaksanaan percobaan/eksperimen, misalnya: prosedur percobaan untuk
menguji adanya karbohidrat dalam tepung.
4. fenomena alam dalam rangka pemahaman suatu konsep atau prinsip sains,
misalnya: fenomena tentang nyala dua bola lampu listrik yang dipasang secara seri
atau paralel.
5. merangsang siswa untuk menemukan masalah dan membimbing siswa untuk
memecahkan masalah. Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
demonstrasi dapat memberikan fasilitas kepada siswa untuk meningkatkan
keterampilan proses Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan melakukan inkuari ilmiah,
antara lain:
a. meningkatkan keterampilan mengamati, dan rasa ingin tahu,
b. memberi inspirasi untuk meningkatkan keterampilan memprediksi, inferensi, dan komunikasi.
c. meningkatkan kejelian terhadap adanya masalah.
d. memberi arah untuk menemukan atau menyusun hipotesis.
e. memberi inspirasi untuk merancang investigasi.
Demonstrasi dengan mengunakan komputer meliputi kegiatan memamerkan dan menjelaskan (pada pihak guru), mengamati dan mereplikasi (pada pihak siswa). Demonstrasi menjadikan bahan ajar lebih konkret dan lebih nyata bagi siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyaksikan atau mengalami kejadian atau keterampilan nyata sambil memperhatikan penjelasan.
Demonstrasi dapat digunakan sebagai metode pembelajaran yang berdiri sendiri dalam suatu proses belajar mengajar, atau dapat digunakan bersama-sama dengan metode lain dalam suatu kombinasi multi metode. Penerapan demonstrasi sebagai metode yang berdiri sendiri dalam suatu proses belajar mengajar dapat dijalankan dengan mengikuti prosedur yang diusulkan oleh Joice and Well dalam Louisell (1992). Ia membagi prosedur demonstrasi menjadi lima tahap.
1. Pembukaan.
2. Menyajikan pengetahuan prasyarat atau rasional.
3. Menampilkan model penampilan dengan benar. Tahap ini merupakan tahap
pelaksanaan demonstrasi, dan pada tahap ini guru dituntut untuk melakukan tiga
hal:
a.Mempelajari dan menguasai konsep dan keterampilan yang akan didemonstrasikan,
b.Memecah-mecah konsep atau keterampilan menjadi komponen-komponen lebih kecil dan mengaturnya dalam urutan belajar yang sesuai,
c.Menjalankan langkah-langkah demonstrasi tahap demi tahap (untuk ini perlu dibuat persiapan tertulis).
4. Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dalam kondisi terkontrol.
5. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan dan
pengalaman-nya ke situasi yang kompleks.
Jika dipadukan dengan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti dan penutup, tahap-tahap demonstrasi menurut (Joice and Well, dalam Louisell, 1992) dapat diuraikan sebagai berikut.
2. Tahap Pembelajaran Demonstrasi
Menurut (Joice and Well, dalam Louisell, 1992) adalah:
• Pembukaan membangkitkan motivasi kepada siswa.
• Awal Menyajikan pengetahuanprasyarat atau rasional. Lewat media pembelajaran Komputer Menggali pengetahuan awal siswa, bisa kemampuan prasyarat atau pengetahuan awal tentang konsep yang dipelajari.
• Pelaksanaan demonstrasi.
• Penyajian, penjelasan konsep.
• Inti Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dalam kondisi terkontrol.
• Kegiatan latihan siswa untuk merefleksikan materi yang telah didemonstrasikan: mencatat data yang ada di Komputer , menganalisis data, dan penarikan kesimpulan. Bila diperlukan siswa diberi kesempatan untuk mengulang demonstrasi.
• Penutup Memberi kesempatan kepada siswa untuk mentransfer pengetahuan yang di dapat dari Komputer dan pengalamannya ke situasi yang kompleks.
• Kegiatan pemantapan: tugas rumah, proyek, dll.
Jika demonstrasi digunakan dalam proses pembelajaran yang menggunakan Program komputer sebagai kombinasi metode di antara metode yang lain, pelaksanaan demonstrasi dapat ditempatkan pada awal, inti, atau penutup pelajaran. Jika ditempatkan pada awal pelajaran, demonstrasi dimaksudkan untuk membangkitkan motivasi belajar, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi fenomena dan masalah, serta menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang sedang dipelajari.
Pada inti pelajaran demonstrasi bermanfaat untuk menunjukkan fakta, menjelaskan konsep atau prinsip. Pada akhir pelajaran demonstrasi dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa; penilaian ini merupakan penilaian terhadap pengalaman langsung siswa, dan cocok untuk menilai kemampuan keterampilan proses sains. Dalam pelaksanaannya, selama atau sesudah demonstrasi siswa diberi pertanyaan tentang hal-hal yang tampak.


3.Keterampilan Khusus Berdemonstrasi
Secara umum demosntrasi dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan keefektifan tercapainya tujuan pengajaran. Demonstrasi dapat dilaksanakan sebagai satu metode dalam satu proses pembelajaran menggunakan Komputer, atau sebagai salah satu metode dalam suatu proses pembelajaran. Demonstrasi dapat disajikan di awal pelajaran, dengan tujuan untuk menyajikan fenomena, menggali pengetahuan awal siswa, dan memotivasi belajar siswa. Maka dari itu, guru perlu menguasai kecakapan dan keterampilan berdemonstrasi.
a. Prademonstrasi
1. Memahami tujuan demonstrasi. Dalam pembelajaran konstruktivisme, tujuan khusus demonstrasi ada tiga macam:
o demonstrasi pada awal pelajaran bertujuan untuk menampilkan fenomena yang menimbulkan konflik kognitif,
o demonstrasi pada pengajaran inti bertujuan untuk menyajikan fakta atau data, untuk memecahkan masalah,
o demonstrasi pada akhir pelajaran untuk memberi gambaran mengenai aplikasi konsep.
2. Mengenali fakta atau informasi esensial dari konsep yang akan didemonstrasikan. Fakta atau informasi esensial inilah yang perlu dijadikan fokus amatan oleh siswa ketika didemonstrasikan.
3. Merancang bahan atau kegiatan untuk demonstrasi. Yang dimaksud disini adalah menerjemahkan informasi verbal pada konsep materi pelajaran menjadi informasi yang dapat divisualisasikan dalam demonstrasi.
4. Merancang prosedur pelaksanaan demonstrasi. sebagaimana dikemukakan pada Rencana Pelajaran
b. Pelaksanaan Demonstrasi
1) Menjalankan demonstrasi dengan lancar dan benar, agar informasi yang dimunculkan benar sesuai dengan yang direncanakan.
2) Menampilkan fenomena secara atraktif, khususnya fenomena-fenomena yang diharapkan dapat menimbulkan konflik kognitif pada siswa. Lewat program komputer Demonstrator dapat melakukan trik-trik untuk mengkonflikkan pikiran siswa dengan fenomena yang teramati. Menayangkan gambar Amoeba Dan mengatakan bahwa gambar tersebut dapat mereka lihat yang sebanarnya melalui mikroskop, atau Meletakkan serbuk sari diatas meja objek dan mempersilahkan salah satu siswa untuk melihat bayangan yang terjadi. Atraksi seperti itu sangat menarik, siswa berupaya untuk mendapatkan bayangan pada mikroskop dikelompoknya.
3) Penampilan demonstrasi dapat diulang, untuk memperbanyak sampel pengamatan
4) Mengatur posisi peralatan, agar demonstrasi dapat diamati dengan jelas oleh semua anggota kelas.
c. Pasca Demonstrasi
1) Kesenyapan. Setelah demonstrasi berakhir, guru diam beberapa saat untuk menunggu respons dari siswa, mungkin (sampai) ada siswa yang mengajukan masalah dari fenomeda yang diamati. Jika respons tidak muncul, masalah dapat diajukan sendiri oleh guru.
2) Berdiskusi atau melakukan demonstrasi lanjutan, untuk mengajak siswa menemukan jawaban atas masalah yang dikemukakan.
C. Keterampilan Mengajar Eksperimen Dengan Menggunakan TIK
1. Prinsip-Prinsip Pengajaran Eksperimen
Eksperimen merupakan bagian sangat penting dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), karena hal eksperimen itulah yang membedakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mengunakan Komputer dengan mata pelajaran lain. Metode eksperimen dapat digunakan untuk melatih siswa dalam melakukan studi alamiah yang menggunakan langkah-langkah metode alamiah, yang meliputi: observasi, penemuan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Karena dalam pelaksanaan eksperimen itu banyak keterampilan proses yang digunakan, maka metode ini merupakan strategi yang penting untuk membelajarkan keterampilan proses kepada siswa, terutama keterampilan proses terintegrasi. Metode eksperimen sangat khas untuk membelajarkan prinsip atau generalisasi hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sehubungan dengan penjelasan ini, metode eksperimen dapat dibagi menjadi eksperimen sederhana, eksperimen terkontrol, dan eksperimen berujung-terbuka (open-ended experimen) (Thurber dan Collete, 1968).
Dengan adanya pembagian ini, guru tidak perlu khawatir bahwa pelaksanaan eksperimen di kelas sains yang mnenggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan memakan waktu banyak, pelaksanaannya rumit, dan adanya kesulitan yang lain.
a. Eksperimen sederhana
Banyak masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dapat dipecahkan dengan eksperimen sederhana, sehingga tidak memerlukan tahap-tahap kerja yang terpisah untuk menyelesaikannya. Langkah dari eksperimen sederhana itu adalah: 1) pengajuan masalah, 2) pelaksanaan percobaan untuk pengamatan, dan 3) pengambilan kesimpulan.
Dalam eksperimen sederhana ini tidak perlu dilakukan pengontrolan terhadap variabel-variabel bebas yang tidak dipelajari, karena pengaruhnya terhadap variabel terikat dapat diabaikan atau memang tidak ada variabel lain yang berpengaruh kecuali variabel yang sedang dipelajari. Sebagai contoh, masalah yang akan dipecahkan adalah: “Apakah tepung beras mengandung amilum?” Masalah itu cukup dipecahkan dengan percobaan, yang dilakukan dengan meneteskan larutan (yodium) pada tepung beras, kemudian mengamati bahwa zat tersebut berubah warna biru. Untuk mengambil kesimpulan, siswa cikup diminta untuk melakukan 2-3 kali percobaan, untuk mengambil kesimpulan bahwa tepung beras mengandung amilum berdasarkan perubahan warna yodium menjadi biru.


b. Eksperimen terkontrol
Hubungan antara suatu variabel bebas dan variabel terikat dalam fenomena-fenomena alam banyak yang tidak dapat diamati karena adanya variabel lain yang berpengaruh terhadap variabel terikat yang diamati. Misalnya, pada suatu tanaman pot baru yang tanahnya diberi urea, pertumbuhannya subur; tetapi tidak dapat disimpulkan begitu saja bahwa yang menyebabkan subur adalah zat urea, karena orang berpikir bahwa faktor lain juga dapat berpengaruh.
Hubungan antara variabel-variabel seperti itu dapat diajarkan kepada siswa dengan metode eksperimen terkontrol. Dalam metode ini dibuat eksperimen dengan menggunakan dua kelompok tanaman pot yang medium tanahnya sama, tetapi pada satu kelompok tanaman tanahnya diberi urea sementara kelompok tanaman yang lain tidak diberi urea.
Dalam pelaksanaan metode eksperimen terkontrol, langkah-langkah yang perlu dilaksanakan adalah: 1) pengajuan masalah, 2) pengajuan hipotesis, 3) pengontrolan variabel (membuat perlakuan variabel bebas dan mengendalikan varibel terkontrol), 4) pelaksanaan eksperimen, 5) pengolahan data, dan 7) pengambilan kesimpulan.
Dalam metode eksperimen terkontrol, kesimpulan yang dibuat bersifat tertutup, artinya kesimpulan itu merupakan jawaban yang pasti (tidak perlu dipertanyakan kebenarannya, atau tidak mengundang munculnya masalah baru) Contohnya sebagai berikut:
Masalah: “Mengapa tanaman padi di sawah ada yang daunnya lebih hijau dan lebih panjang dari yang lain? Hipotesis: “Tanaman padi yang hijau dipupuk dengan urea.” Mengendalikan variabel: membuat dua kelompok perlakuan, satu kelompok dipupuk urea, kelompok yang lain tidak dipupuk urea.
Pelaksanaan eksperimen: 1) melakukan penanaman padi dalam beberapa pot dengan medium tanah yang sama, 2) pot-pot tanaman padi dibagi menjadi dua kelompok, kelompok I dipupuk urea sedang kelompok II tidak dipupuk urea. Pengamatan/Pengumpulan data: mengamati warna dan mengukur panjang daun tanaman padi selama waktu tertentu. Pengolahan data: 1) menghitung rata-rata data tinggi batang padi pada tiap perlakuan, 2) membandingkan rata-rata tinggi batang padi antara kelompok I dan kelompok II. Pengambilan kesimpulan: Menyimpulkan hasil pengolahan data tentang hubungan antara urea dengan tinggi batang dan perubahan warna hijau pada daun.
Bab III
Penutup
KESIMPULAN:
Ketrampilan penggunakan metode pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan lebih mempermudah guru menanamkan konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan mempercepat pemahaman siswa khususnya siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Palu, terhadap konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) apabila pembelajarannya lebih diorientasikan pada Realitas dan Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu pembelajarannya juga diarahkan dengan tahapan-tahapan yang sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Noehi, dkk. 2007. Pendidikan IPA di SD, Jakarta: universitas terbuka
Moedjiono dan Moh. Dimyati, 1992/1993, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
DEPDIKBUD
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana 1998/1999. Strategi Belajar mengajar Jakarta

Minggu, 08 Mei 2011

PENGEMBANGAN SAINS DISEKOLAH

PENGEMBANGAN SAINS DI SEKOLAH
Lidia Sambeta
PENGERTIAN
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan pendidikan nasional adalah : “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengacu pada standar isi dan standar kompetensi sebagaimana yang tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional.
Belajar Dan Pembelajaran
Defenisi belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tau menjadi tau, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan konstruktivisme “ Belajar” bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru. Proses pembangunan ini bisa melalui asimilasi atau akomodasi.
Pembelajaran ialah: merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pembelajaran yang mendidik
Pada prinsipnya, dalam pembelajaran yang mendidik hendaknya berlangsung sebagai proses atau usaha yang dilakukan peserta didik untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku yang terjadi dalam diri individu banyak ragamnya baik sifatnya maupun jenisnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar. Hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran yang mendidik berupa perubahan tingkah laku yang disadari, kontinu, fungsional, positif, tetap, bertujuan, dan komprehensif.
Pembelajaran yang mendidik bukanlah sekedar proses transfer ilmu belaka tetapi menjadi proses pendampingan anak didik secara utuh dengan menyeimbangkan aspek kognitif (Head), afektif, (Heart), dan psikomotorik (Hand).
Pendidikan kita sangat dominan dengan satu aspek saja, yakni mengembangkan kognitif belaka. Anak didik dicekoki dengan begitu banyak mata pelajaran yang begitu banyak pula materi yang harus dipahami. Pendidikan kita semakin parah tatkala anak didik harus menentukan nasib mereka di sekolah lewat Ujian Akhir Nasional yang juga sangat condong pada aspek kognitif.
Pendidikan kita hanya bertujuan membentuk anak-anak menjadi orang pintar dengan nilai (skor) tinggi dan khususnya lulus ujian sesuai batas minimal kelulusan. Aspek nurani (heart) dan kepedulian (hand) mulai tergadaikan dengan kebijakan politis yang ada. Bisa jadi, apa yang dilakukan oleh John Keating akan menjadi sebuah musuh besar bagi pendidikan Indonesia.
Pendidikan berbasis kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja.
Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya.
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Pembelajaran transfomatif
Transformatif Belajar "adalah istilah yang berasal dari Transformatif Teori Belajar (Mezirow, 1990, 1991, 2000), yang menggambarkan proses pembelajaran"menjadi kritis menyadari asumsi sendiri diam-diam dan harapan dan orang lain dan menilai relevansi mereka untuk membuat interpretasi "(Mezirow, 2000) Merriam dan. Caffarella (1999) mengkodifikasi Transformatif Belajar menjadi tiga tahap, termasuk refleksi kritis, wacana reflektif, tindakan. Mezirow menunjukkan bahwa terlibat dalam proses ini dapat menghasilkan kerangka acuan yang lebih permeabel untuk amandemen tambahan , reflektif, inklusif, diskriminasi, dan secara keseluruhan lebih emosional mampu berubah. Alih-alih bertindak atas "tujuan, nilai, perasaan, dan makna ... kita harus kritis diasimilasikan dari orang lain" (Mezirow, 2000), Belajar Transformatif sering melibatkan mendalam, kuat emosi atau kepercayaan dan dibuktikan dalam tindakan.
Sebuah pandangan transformatif pembelajaran sebagai proses yang intuitif dan emosional mulai muncul dalam literatur. Pandangan mengenai belajar transformatif didasarkan terutama pada karya Robert Boyd, yang telah mengembangkan teori pendidikan transformatif yang didasarkan pada analitis (atau kedalaman) psikologi.
Boyd mengatakan, transformasi adalah "perubahan mendasar dalam kepribadian seseorang yang melibatkan [bersama] resolusi dilema pribadi dan perluasan kesadaran menghasilkan integrasi kepribadian yang lebih besar." Hal ini menyerukan kepada sumber-sumber extrarational seperti simbol-simbol, gambar, dan arketipe untuk membantu dalam menciptakan visi pribadi atau makna dari apa artinya menjadi manusia.
Pertama, seorang individu harus menerima atau terbuka untuk menerima "ekspresi alternatif arti," dan kemudian mengakui bahwa pesan tersebut otentik. Bersedih, dianggap oleh Boyd yang paling penting penegasan tahap proses, terjadi ketika sebuah individu menyadari bahwa pola-pola lama atau cara memahami tidak lagi relevan, bergerak untuk mengadopsi atau membangun cara-cara baru, dan akhirnya, mengintegrasikan pola-pola lama dan baru.
Tidak seperti Mezirow, yang melihat ego sebagai memainkan peran sentral dalam proses transformasi perspektif, Boyd dan Myers menggunakan kerangka yang bergerak di luar ego dan penekanan pada akal dan logika untuk definisi belajar yang transformatif lebih psikososial di alam.
Kedua pandangan pembelajaran transformatif yang disajikan di sini adalah bertentangan. Satu pendukung pendekatan rasional yang bergantung terutama pada refleksi kritis sedangkan yang lain lebih banyak bersandar pada intuisi dan emosi. Perbedaan dalam dua pandangan, bagaimanapun, mungkin paling baik dilihat sebagai masalah penekanan. Keduanya menggunakan proses rasional dan menggabungkan imajinasi sebagai bagian dari proses kreatif.
Dua pandangan yang berbeda dari yang diuraikan di sini transformatif pembelajaran serta contoh bagaimana hal itu terjadi dalam praktek menyarankan bahwa tidak ada satu model pembelajaran transformative. Ketika transformatif belajar adalah tujuan pendidikan orang dewasa, mengembangkan lingkungan belajar yang dapat terjadi harus mempertimbangkan hal berikut:
- Meskipun sulit untuk belajar transformatif terjadi tanpa guru memainkan peran penting, para peserta juga mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan belajar.
The role of the rational and the affective. Peran rasional dan afektif.
- Belajar transformatif memiliki dua lapisan yang kadang-kadang tampaknya berada dalam konflik: kognitif, rasional, dan obyektif dan intuitif, imajinatif, dan subjektif. Baik rasional dan afektif berperan dalam pembelajaran transformatif.
- Walaupun penekanan sudah pada belajar transformatif sebagai proses rasional, guru perlu mempertimbangkan bagaimana mereka dapat membantu siswa menggunakan perasaan dan emosi baik dalam refleksi kritis dan sebagai sarana refleksi.
Pengertian inovasi pendidikan
Inovasi pendidikan merupakan upaya dasar dalam memperbaiki aspek-aspek pendidikan dalam praktiknya. untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat pendapat beberapa pakar mengenai inovasi pendidikan berikut ini.
1. Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
2. Ibrahim mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Hakikat Dan Pembelajaran Sains
Agaknya sulit memilih satu definisi yang paling lengkap (komprehensif) diantara beberapa definisi tentang hakikat sains. Perbedaan definisi ini menjadi wajar karena adanya perbedaan latar belakang keahlian pendefinisiannya (sebagai seoarang pakar pendidikan sains, filsof atau saintis). Namun, dari beberapa pengertian hakikat sains dapat disarikan suatu definsi yang lebih komprehensif yang paling mengaitkan dimensi sains sebagai pengetahuan, proses dan produk, penerapan dan sarana pengembangan nilai dan sikap tertentu seperti berikut ini:
• Sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, dan menginvestigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris
• Sains sebagai proses atau metode dan produk. Dengan menggunakan metode ilmiah yang sarat keterampilan proses, mengamati, mengajukan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis serta mengevaluassi data, dan menarik kesimpulan terhadap fenomena alam akan diperoleh produk sains, misalnya: fakta, konsep, prinsip dan generalisasi yang kebenarannya bersifat tentatif.
• Sains dapat dianggap sebagai aplikasi. Dengan penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat dipergunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan, memprediksi fenomena alam serta mengembangkan disiplin ilmu lainnya dan teknologi.
• Sains dapat dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai tertentu, misalnya: nilai, religius, skeptisme, objektivitas, keteraturan, sikap keterbukaan, nilai praktis dan ekonomis dan nilai etika atau estetika.Implikasi dari pemahaman hakikat sains dalam proses pembelajaran dijelaskan Carin & Sund (1989) dengan memberikan petunjuk sebagai berikut:
1. Para siswa/mahasiswa perlu dilibatkan secara aktif dalam aktivitas yang didasari sains yang merefleksikan metode ilmiah dan keterampilan proses yang mengarah pada diskoveri atau inkuiri terbimbing.
2. Para siswa/mahasiswa perlu didorong melakukan aktivitas yang melibatkan pencarian jawaban bagi masalah dalam masyarakat ilmiah dan teknologi.
3. Para siswa/mahasiswa perlu dilatih ”learning by doing = belajar dengan berbuat sesuatu” dan kemudian merefleksikannya. Mereka harus secara aktif mengkonstruksi konsep, prinsip, dan generalisasi melalui proses ilmiah.
4. Para guru perlu menggunakan berbagai pendekatan/model pembelajaran yang bervariasi dalam pembelajaran sains. Siswa/mahasiswa perlu diarahkan juga pada pemahaman produk dan konten materi ajar melalui aktivitas membaca, menulis dan mengunjungi tempat tertentu.
5. Para siswa perlu dibantu untuk memahami keterbatasan/ketentatifan sains, nilai-nilai, sikap yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran sains di masyarakat sehingga mereka dapat membuat keputusan.
Dari artikel artikel dan buku yang dipelajari maka dapat dibuat deskripsinya sebagai berikut:
BAGAIMANA SISWA BELAJAR SAINS:
DASAR TEORITIS
Teori belajar konstruktivisme mempunyai pengaruh besar terhadap upaya pengembangan model-model pembelajaran yang bertujuan membantu siswa memahami konsep-konsep secara benar. Para guru umumnya telah menyadari bahwa sebenarnya mengubah kesalahan konsep siswa tidaklah mudah. Siswa dalam membangun pemahamannya tentang konsep sains membentuk suatu kerangka berpikir yang kompleks. Pembentukan kerangka berpikir tersebut merupakan hasil interaksi siswa dengan pengalaman-pengalaman konkritnya atau dari hasil belajarnya. Kerangka yang mengambarkan hubungan antar konsep ini oleh Piaget disebu schema (Katu, 1992).
Dalam membantu siswa membangun pemahaman yang sesuai dengan konsep ilmiah, para guru memberi dorongan supaya ada usaha dari siswa sendiri untuk merombak kerangka pemikiran yang dimilikinya. Informasi atau pengetahuan baru yang dapat diterima ke dalam struktur kognitif siswa, menurut Piaget (Travers, 1982) melalui dua mekanisme yaitu: asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi, siswa menggunakan konsep yang telah dimiliki sebelumnya untuk beradaptasi dengan informasi baru yang dihadapinya. Jika informasi baru itu berbeda dengan konsep yang ada pada struktur kognitifnya, maka terjadi ketakseimbangan (disequilibrium) sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi schema untuk mencapai keseimbanagn struktur kognitif.
Proses akomodasi merupakan dasar bagi perubahan konseptual, konstruksi pengetahuan dan proses belajar. Perubahan konseptual merupakan proses mengubah konsepsi awal dengan konsepsi baru yang lebih sesuai atau konsisten dengan konsep fisikawan (Fishler, 1993). Ketiga proses (asimilasi, disequilibrium dan akomodasi) ini bersifat adaptif dan berlanggsung kelanjutan dalam pembentukan pengetahuan. Terciptanya keadaan keseimbangan schema merupakan proses konstruktif perolehan pengetahuan dan perubahan konseptual. Melalui proses perubahan konseptual, kegiatan belajar akan menjadi bermakna (Smith, et al. 1993); karena siswa terlibat dalam kegiatan belajar yang dapat membantunya mengkonstruksi sendiri pengetahuan (Dykstra, 1992).
Driver & Bell (1986) menyebutkan beberapa pandangan kelompok konstruktivisme terhadap proses belajar sains sebagai berikut (1) hasil belajar tergantung pada lingkungan belajar dan konsepsi awal siswa; (2) belajar melibatkan pembentukan makna dengan menghubungkan konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari; (3) proses pembetukan ini aktif dan berkelanjutan; (4) belajar melibatkan penerimaan konsep-konsep yang sedang dipelajari; (6) pengalaman bahasa mempengaruhi pola-pola pemaknaan.
Glasson & Lalik (1993:188) menyatakan bahwa belajar sains sebagai proses konstruktif dan konstruksi pengetahuan itu memerlukan partisipasi aktif antara guru dan siswa. Dinyatakan pula bahwa untuk membangun pengetahuan siswa harus mengidentifikasi, menguji dan menafsirkan makna dari pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki (yang sudah ada) dan kemudian menyesuaikan dengan masalah atau situasi yang dihadapinya. Guru harus menemukan cara-cara memahami pandangan (gagasan) siswa/mahasiswa, merencanakan kerangka alternatif, meranggsang konflik kognitif dan mengembangkan tugas-tugas yang memajukan konstruksi pengetahuan. Konstruktivisme memandang penting peranan konsepsi awal dalam proses belajar sains.
Dijelaskan bahwa jika guru tidak mempertimbangkan (mengabaikan) pengetahuan awal dapat memunculkan atau menjadi sumber kesulitan, baik pada guru, siswa atau keduanya (Bendall & Galili, 1993:1169). Walaupun konsepsi awal kadang-kadang tidak jelas dan berbeda dengan pengetahuan ilmiah, namun konsepsi awal ini perlu diidentifikasi sebagai titik awal dalam perubahan konseptual. Melalui perubahan konseptual dalam belajar sains, siswa dapat terlibat aktif dalam membentuk pengetahuan sendiri dengan cara memodifikasi konsepsi awal mereka. Konsepsi awal yang termodifikasi melalui proses akomodasi dapat membantu siswa menetralisir kegelisahan atau konflik yang timbul ketika berintegrasi dengan lingkungan dan mengembangkan kerangka konseptual yang dapat mengurangi kegiatan yang hanya menekankan menghafal ( rote memorization).
Dengan demikian, proses perubahan konseptual dalam belajar sains dapat menunjang belajar bermakna, karena konsep tersebut diawali dengan mengidentifikasi konsepsi awal siswa. Guru perlu menerapkan strategi-strategi mengajar yang cocok agar perubahan konseptual siswa dapat terjadi, misalnya strategi mengajar perubahan konseptual yang didasari konstruktivisme (Tomo, 1995).
PENUTUP
Hingga saat ini, pembelajaran sains yang berpusat pada buku teks masih banyak dijumpai di sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan, telah menjadi budaya bagi sebagian guru. Mereka berorientasi dan memperoleh pengalaman praktik pembelajaran sains dari buku teks. Budaya pengajaran sains berpusat pada buku teks ini harus diubah, karena pemahaman produk sains tidak dapat dikembangkan hanya dari buku teks. Budaya ini juga bertentangan dengan hakikat sains dan diyakini sulit untuk ”melahirkan” siswa/mahsasiswa yang melek sains dan teknologi.
Konsisten dengan model konseptual LEP, guru perlu mempertimbangkan aspek-aspek bidang logis, bidang pengalaman dan bidang psikologis dalam pembelajaran sains agar lebih bermakna. Diharapkan dengan bekal pemahaman dan kesadaran ketiga bidang ini dapat diciptakan proses pembelajaran yang mudah dipahami, masuk akal dan dirasa bermanfaat oleh siswa sehingga mampu membangkitkan perubahan konseptual.
Artikel ini menelaah, bahwa metode pembelajaran sains di sekolah menengah perlu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Metode sains yang terintegrasi sebaiknya dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat melihat hubungan sains dengan bidang ilmu yang lain. Siswa juga dapat memperkuat pemahaman sains untuk mempelajari bidang lain. Peran strategis guru dalam proses pembelajaran lebih sebagai fasilitator yang kreatif, sehingga gurupun perlu mengambil inisiatif untukl mengembangkan pemahaman sains yang terintegrasi dengan bidang lain, antara lain: bidang ilmu sosial, bahasa, dan seni.

Rabu, 27 April 2011

Tiga Pilar Untuk Menghadapi Tantangan Dan Kendala Dunia Pendidikan.

Tiga Pilar Untuk Menghadapi Tantangan Dan Kendala Dunia Pendidikan.
Rencana Strategis (Renstra) pendidikan  sebagai suatu kebijakan. 
1. Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan;
   Pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. 
   Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) hingga mencapai posisi sama dengan atau lebih baik dari peringkat IPM sebelum krisis. 
  Untuk itu, sampai dengan tahun 2009 dilakukan upayaupaya sistematis dalam pemerataan dan perluasan pendidikan, dengan mempertahankan APM-SD pada tingkat 95%, memperluas SMP/MTs hingga mencapaiAPK 98,0% serta menurunkan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas hingga 5%.
   Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun memperhatikan pelayanan yang adil dan merata bagi penduduk yang menghadapi hambatan ekonomi dan sosial-budaya (yaitu penduduk miskin, memiliki hambatan geografis, daerah perbatasan, dan daerah terpencil), maupun hambatan atau kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual peserta didik. Untuk itu, diperlukan strategi yang lebih efektif antara lain dengan membantu dan mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta lulusan SD/MI/SDLB yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB yang masih besar jumlahnya, untuk memperoleh layanan pendidikan.
   Di samping itu, akan dilakukan strategi yang tepat untuk meningkatkan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, khususnya pada masyarakat yang menghadapi hambatan tersebut. PenuntasanWajar Dikdas 9 Tahun akan menambah jumlah lulusan SMP/MTs/SMPLB setiap tahunnya, sehingga juga akan mendorong perluasan pendidikan menengah.
   Dengan bertambahnya permintaan pendidikan menengah, Pemerintah juga melakukan perluasan pendidikan menengah terutama bagi mereka yang karena satu dan lain hal tidak dapat menikmati pendidikan SMA yang bersifat reguler melalui SMA Terbuka dan Paket C, sehingga pada gilirannya mendorong peningkatan APM-SMA. Oleh karena SMA cenderung semakin meluas jauh di atas SMK, maka Pemerintah lebih mempercepat pertumbuhan SMK diiringi dengan upaya mendorong peningkatan program pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.

2. Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing
   Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat memberikan dampak bagi perwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya. Selain itu, upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa.
   Mutu pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
   Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). SNP meliputi berbagai komponen yang terkait dengan mutu pendidikan mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pemerintah mendorong dan membimbing satuan-satuan dan program (studi) pendidikan untuk mencapai standar yang diamanatkan oleh SNP. Standar-standar tersebut digunakan juga sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan, mulai dari PAUD, Dikdas, pendidikan menengah (Dikmen), PNF , sampai dengan pendidikan tinggi (Dikti).
   Peningkatan mutu pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat perkembangan peserta didik.
   Pengembangan proses pembelajaran pada PAUD serta kelas-kelas rendah sekolah dasar lebih memperhatikan prinsip perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak anak dengan lebih menekankan pada upaya pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual dengan prinsip bermain sambil belajar. Peningkatan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi semakin memperhatikan pengembangan kecerdasan intelektual dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di samping memperkokoh kecerdasan emosional, sosial, dan spritual peserta didik.

3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik
   Tujuan jangka panjang Depdiknas adalah mendorong kebijakan sektor agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel. Kebijakan ini diarahkan pada pembenahan perencanaan jangka menengah dengan menetapkan kebijakan strategis serta program-program yang didasarkan pada urutan prioritas. Di samping itu, disusun pula pola-pola pendanaan bagi keseluruhan sektor berdasarkan prioritas, baik dari sumber Pemerintah, orang tua maupun lain di setiap tingkat pemerintahan.
   Pengelolaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan secara menyeluruh dari sektor pendidikan ( ) yang bercirikan (a) program kerja disusun secara kolaboratif dan sinergis untuk menguatkan implementasi kebijakan pada semua tingkatan, (b) reformasi institusi dilaksanakan secara berkelanjutan yang didukung program pengembangan kapasitas, dan (c) perbaikan program dilakukan secara berkelanjutan dan didasarkan pada evaluasi kinerja tahunan yang dilaksanakan secara sistematis dan memfungsikan peran-peran yang lebih luas.
   Pemerintah melaksanakan pengembangan kapasitas institusi pendidikan secara sistemik dan terencana dengan menggunakan pendekatan keseluruhan sektor tersebut di atas. Strategi pengembangan kapasitas lebih diarahkan pada proses manajemen perubahan secara atau perubahan yang didorong secara internal. Perubahan yang didorong secara internal akan lebih menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan, menumbuhkan rasa kepemilikan, kepemimpinan, serta komitmen bersama.
   Kebijakan tata kelola dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu Pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan.
   Pemerintah bertekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta memberikan pelayanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat. Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui internalisasi etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk itu, segenap aparatur yang ada di Departemen Pendidikan Nasional perlu meningkatkan kinerjanya untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, merata dan adil di dalam suatu tata kelola pemerintahan yang sehat. Aparatur juga perlu mengubah atas perilaku dan sikap seorang birokrat menjadi pelayan masyarakat yang
profesional.
   Kebijakan perwujudan tata kelola pemerintahan yang sehat dan akuntabel dilakukan secara intensif melalui sistem pengendalian internal (SPI), pengawasan masyarakat, serta pengawasan fungsional yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pemerintah mengembangkan dan melaksanakan SPI pada masing-masing satuan kerja dalam mengelola kegiatan pelayanan pendidikan sehari-hari.
Pengawasan fungsional dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Keuangan RI, dan BPKP terhadap hasil pembangunan pendidikan, sedangkan pengawasan masyarakat dilakukan langsung oleh individu-individu atau anggota masyarakat yang mempunyai bukti-bukti penyalahgunaan wewenang
   sejalan dengan pembagian kewenangan antartingkat pemerintahan berdasarkan otonomi dan desentralisasi, pemerintah pusat mengkoordinasikan manajemen mutu pendidikan, sedangkan pemerintah daerah berperan dalam manajemen sarana/prasarana dan operasional layanan pendidikan.
   Untuk peningkatan efisiensi dan mutu layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah serta penataan tata kelola pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun tingkat kabupaten/kota. Dalam kaitan itu, pemerintah daerah lebih berperan dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu.

Sabtu, 23 April 2011

Pengajaran Sains Yang Efektif dalam Program Percepatan Pembelajaran


Effective Science Teaching in Accelerated Learning Program
Pengembangan Profesionalitas Guru dengan Prinsip “Tidak Ada Siswa yang Tertinggal”
 
disusun oleh: 
LIDIA H. SAMBETA 
PROGRAM PASCASARJANA SAINS

UNIVERSITAS TADULAKO

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
            Selama lebih dari 40 tahun, para pemerhati pendidikan telah berargumentasi mengenai mana yang lebih baik untuk mengajak siswa terlibat di dalam sains, ataukah membaca tentang sains saja. Namun, hanya ada beberapa guru saja yang dibekali untuk mengajar sains dengan cara sesungguhnya yang sesuai dengan perkembangan zaman dibandingkan dengan guru yang mengajar fakta-fakta sempit yang harus dihafalkan untuk ujian.
            Bagi guru, eksperimen sains adalah barang mewah dan sulit terjangkau. Bahkan faktanya, banyak guru yang beranggapan eksperimen sains hanya sebagai pelengkap pembelajaran, atau sebagai ‘hadiah’ bagi kelas yang telah menyelesaikan satu cakupan materi tertentu. Guru seringkali beralasan untuk tidak melakukan eksperimen sains karena kekurangan waktu, tidak adanya persiapan, manajemen kelas yang tidak mendukung.  Bahkan fakta menunjukkan banyak guru di distrik pedesaan, mengeluh mengenai modul kurikulum yang mereka terima tidak sesuai dengan kemampuan mereka dan tidak sejalan dengan apa yang selama ini mereka mampu ajarkan[1]. Sangatlah jelas bahwa guru membutuhkan dukungan dalam jumlah yang besar untuk mengajarkan sains secara efektif, termasuk menggunakan metode penyelidikan (eksperimen), kelompok kerja, dan wacana kelas.
            Effective Science Teaching menurut NSES[2] telah dipraktekkan menjadi dampak yang positif dan proses pembelajaran siswa terhadap sains. Bahkan, guru-guru harus memanfaatkan strategi mengajar untuk memastikan pengertian dan penyerapan yang konseptual atas sains. Seperti yang dikatakan “seorang guru tidak dapat mengajar, menjadi model, ataupun mendukung apa yang tidak diketahui, tidak diterima atau tidak dialami oleh guru tersebut. Hal-hal  inilah yang menjadi  kendala  utama yang dihadapi oleh guru.

LESSON STUDY SEBAGAI MODEL UNTUK MEMBANGUN PENGETAHUAN PEDAGOGIK DAN MEMAJUKAN PENGETAHUAN

Pada hari tertentu ribuan guru memasuki kelas yang sama untuk mengajar hal yang sama, setidaknya mata pelajaran yang sama. Meskipun tujuan pedagogis serupa,pendekatan dan pengalaman, guru biasanya bekerja sendirian saat merencanakan kegiatan instruksional dantugas. Upaya pembatasan /isolasi seperti itu untuk meningkatkan pengajaran perguruan tinggi pada skala yang lebih luas, baik di dalam dan seluruh disiplin ilmu. Meskipun guru secara individu mungkin merefleksikan dan memperbaiki praktek mereka, ada beberapa kesempatan untuk berkomunikasi dengan rekan tentang apa yang mereka temukan tentang mengajar dan belajar. Ketika mereka berbagi ide tentang mengajar, hal ini seperti  mengambil
pengetahuan mereka yang berkembang dari pengalaman mereka dalam kelas. Meskipun pengetahuan praktisi segera bermanfaat bagi guru, hal itu cenderung dikaitkan dengan
konkret dan konteks tertentu (Hiebert, Gallimore, &Stigler, 2002). Hal ini tidak selalu dalam bentuk yang dapat diakses dan digunakan oleh orang lain. Untuk menjadi
pengetahuan profesional, pengetahuan praktisi harus juga dibuat publik, shareable, dan dapat diverifikasi (Hiebertet al., 2002). Bagaimana dosen dapat meningkatkan praktek mengajar di bidang mereka dan, di dalam proses,berkontribusi pada dasar pembentukan pengetahuan profesional?

Salah satu jawabannya adalah Lesson Study, seperti disarankan  Hiebert et al. (2002). Lesson Study adalah perbaikan  pengajaran proses pembangunan pengetahuan yang berasal dari  pendidikan dasar di Jepang. Dalam  Lesson Study di jepang guru bekerja dalam tim kecil untuk merencanakan, mengajar, mengamati, menganalisis, dan memperbaiki pembelajaran di kelas, yang disebut penelitian pembelajaran. Hampir semua guru Jepang berpartisipasi dalam sebuah
tim studi pembelajaran sekolah selama setahun. Selain itu,mereka  mengamati penelitian pelajaran secara teratur dalam  sekolah mereka sendiri dan di sekolah-sekolah Lesson Study  terbuka. penelitian pelajaran  dipublikasikan dan disebarluaskan di seluruh negeri. Intinya Lesson Study Jepang adalah berbasis luas, sistem yang dipimpin guru untuk perbaikan mengajar dan belajar.

Pada artikel ini kami mengusulkan suatu model Lesson Studyuntuk kelas perguruan tinggi, dan menggali bagaimana guru dapat meningkatkan praktek dan praktekmengajar di bidang mereka melalui Lesson Study. Kami belajardari pengalaman kami dengan College Lesson Study Proyek (CLSP), yang dimulai pada musim gugur 2003 dengan empattim Lesson Study Biologi, Ekonomi, Bahasa Inggris, danPsikologi. Pada musim semi 2006, partisipasi meningkat menjadi 40 tim yang melibatkan lebih dari 150 instruktursekitar 25 disiplin di 10 kampus di University of Wisconsin System. Di UniversitasWisconsin-La Crosse hampir 24% dari instruktur fulltime telah berpartisipasi dalam  Lesson Study  sejak musim gugur 2003. Sebagai
praktisi  Lesson Study  dan koordinator dariCollege Lesson Study Project, kami berada dalam posisi yang unikuntuk mendiskusikan peluang sertatantangan melakukan  Lesson Study  di tingkat perguruan tinggi danmemberikan komentar tentang bagaimana  Lesson Study  memungkinkanpenciptaan, pertukaran, dan penggunaan pengetahuan profesionaldalam mengajar.

Kamis, 21 April 2011

Tiga Isu Pendidikan Kritis di Indonesia

Oleh Amich Alhumami
http://tirtaamartya.wordpress.com/2007/06/07/tiga-isu-pendidikan-kritis/



SEPANJANG masa kampanye pemilu presiden, pendidikan menjadi salah satu tema paling digemari para calon presiden dalam orasi politik. Sayang, mereka tidak menyentuh problem mendasar pendidikan, bahkan pemahaman mereka atas isu pendidikan terkesan kurang mendalam. Mereka terjebak jargon-jargon populis dan retorika politik tanpa substansi.
Padahal, seyogianya mereka mendiskusikan isu-isu mutakhir yang lebih fundamental. Banyak isu kritis yang patut menjadi tema kajian. Dalam artikel ini hanya disajikan tiga isu sentral: i) peningkatan mutu, ii) pemerataan akses, dan iii) efisiensi anggaran.

Senin, 21 Februari 2011

PROYEK ILMIAH / SCIENTIFIC PROJECT

Proyek ilmiah adalah serangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan dengan mengikuti prosedur standar tertentu yang disebut metode ilmiah. Prosedur ini sangat penting untuk diikuti karena salah satu ciri proyek ilmiah yang utama adalah replicable (dapat diulang), artinya apabila orang lain melakukan eksperimen serupa dengan prosedur standar yang sama akan diperoleh hasil yang serupa pula. Jelas bahwa dengan metode ilmiah (melalui prosedur standar yang sama) orang lain dapat menguji apakah suatu proyek ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
Bagian akhir dari proyek ilmiah adalah menuliskan laporan proyek ilmiah agar hasil yang telah diperoleh dapat bermanfaat bagi orang lain. Laporan proyek ilmiah dapat dituliskan dalam berbagai bentuk dan format, tetapi di sini hanya akan dibahas bentuk umum laporan proyek ilmiah di lingkungan sekolah menengah.

Secara umum laporan proyek ilmiah meliputi:
• Halaman Judul
Penulisan judul diletakkan di tengah halaman, disertai nama penulisnya di bawah judul. Judul sebaiknya mencerminkan isi proyek tetapi tidak boleh sama dengan pertanyaan permasalahan.

• Daftar Isi
Halaman kedua setelah halaman judul adalah daftar isi. Daftar isi berisikan sekumpulan daftar semua hal dalam laporan.

• Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan isi proyek. Biasanya abstrak tidak lebih dari satu halaman yang berisikan judul, tujuan, hipotesis, diskripsi singkat prosedur eksperimen dan hasil.